Kesetaraan gender dalam politik telah menjadi topik yang semakin sering dibahas terutama dalam beberapa dekade terakhir. Di seluruh dunia, perempuan mulai mendapatkan lebih banyak akses ke posisi-posisi kekuasaan dan pengaruh di pemerintahan. Namun, pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah apakah kesetaraan gender dalam politik sudah menjadi kenyataan atau hanya sekadar mimpi yang belum tercapai?
Secara historis, dunia politik telah didominasi oleh laki-laki. Dalam banyak budaya dan sistem politik, perempuan sering kali ditempatkan di posisi pinggiran baik karena norma-norma sosial, diskriminasi sistemik maupun kurangnya akses ke pendidikan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik. Pada abad ke-20, gerakan feminisme dan perjuangan hak-hak perempuan membuka jalan bagi kemajuan yang signifikan. Banyak negara mulai memperkenalkan kebijakan afirmatif seperti kuota gender di parlemen untuk memastikan representasi perempuan yang lebih baik. Namun, apakah langkah-langkah ini cukup untuk mewujudkan kesetaraan?
Di satu sisi, ada beberapa negara yang telah mencapai kemajuan besar dalam representasi perempuan di bidang politik. Negara-negara seperti Rwanda, Islandia dan Swedia sering kali dijadikan contoh sukses di mana perempuan memiliki persentase tinggi di parlemen. Kebijakan afirmatif di negara-negara ini telah membantu menyeimbangkan representasi gender dan memberikan ruang bagi perempuan untuk berkontribusi pada pembuatan kebijakan. Di samping itu, beberapa pemimpin perempuan seperti Jacinda Ardern (Selandia Baru), Angela Merkel (Jerman) dan Sanna Marin (Finlandia) menunjukkan bahwa perempuan dapat memimpin negara dengan sukses dan membawa perubahan positif.
Namun, di banyak tempat kesetaraan gender dalam politik masih jauh dari kenyataan. Banyak negara masih memiliki jumlah perempuan yang sangat rendah dalam jabatan politik penting. Perempuan yang berhasil masuk ke politik sering menghadapi hambatan besar mulai dari pelecehan dan stereotip gender hingga diskriminasi struktural yang membuat mereka sulit maju. Bahkan di negara-negara maju, perempuan sering kali harus bekerja dua kali lebih keras untuk mendapatkan pengakuan yang setara dengan rekan laki-laki mereka.
Selain itu, hanya menambah jumlah perempuan di politik tidak selalu berarti mereka memiliki pengaruh yang sama besar dengan laki-laki. Banyak perempuan politisi masih terjebak dalam peran yang lebih rendah atau ditempatkan dalam posisi yang tidak memungkinkan mereka untuk secara signifikan mempengaruhi kebijakan utama. Kesetaraan gender dalam politik bukan hanya soal representasi numerik, tetapi juga soal kualitas partisipasi dan kekuasaan yang diberikan kepada perempuan.
Untuk mencapai kesetaraan gender yang sejati dalam politik, perlu ada perubahan yang lebih mendasar dalam sistem sosial dan politik. Pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan perubahan dalam norma-norma sosial sangat penting untuk mendukung perempuan dalam politik. Di samping itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif, di mana perempuan tidak hanya memiliki tempat, tetapi juga dihargai dan diberi kesempatan yang setara untuk memimpin. Pada akhirnya, kesetaraan gender dalam politik adalah sebuah proses yang masih berlangsung. Meskipun ada kemajuan yang patut diapresiasi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan mimpi kesetaraan ini menjadi realita global.