Fenomena profesor yang lebih aktif di media sosial ketimbang melakukan penelitian telah menjadi topik perbincangan di dunia akademis. Di era digital, banyak profesor yang mulai menggunakan platform seperti Twitter, Instagram, atau YouTube dan Fcebook untuk membagikan pemikiran, karya, atau berinteraksi dengan publik luas. Alasan utama di balik fenomena ini adalah perubahan cara orang mengonsumsi informasi. Sebagai sarana komunikasi yang efektif, media sosial memberikan kesempatan bagi profesor untuk memperluas jangkauan ide-ide mereka dan mendiskusikan topik-topik yang relevan secara langsung dengan masyarakat umum, bukan hanya dengan komunitas akademis.
Namun, fenomena ini juga memunculkan kekhawatiran terkait dengan peran utama seorang profesor. Pada dasarnya, tanggung jawab utama seorang profesor adalah penelitian dan pendidikan yang diharapkan berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan. Ketika lebih banyak waktu dihabiskan untuk media sosial, ada risiko bahwa kegiatan inti seperti penelitian dan publikasi ilmiah mungkin akan terabaikan. Aktivitas di media sosial bisa sangat menyita waktu dan energi yang pada akhirnya dapat mengurangi fokus terhadap upaya inovasi dan penciptaan pengetahuan baru.
Di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan hasil penelitian. Profesor dapat memanfaatkan platform ini untuk mempopulerkan hasil riset mereka kepada khalayak yang lebih luas dan bukan hanya kepada lingkaran akademis yang terbatas. Media sosial juga membuka ruang untuk kolaborasi lintas disiplin dan menjalin hubungan dengan akademisi lain di seluruh dunia. Ini menjadi peluang besar bagi para profesor yang ingin melihat dampak yang lebih langsung dari pekerjaan mereka dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Meski begitu, penting bagi para profesor untuk menjaga keseimbangan antara aktivitas online dan komitmen terhadap penelitian. Keseimbangan ini tidak hanya penting bagi perkembangan karir akademik mereka, tetapi juga untuk memastikan bahwa mereka terus memberikan kontribusi nyata dalam dunia ilmu pengetahuan. Mengelola waktu dengan bijak antara kegiatan digital dan penelitian akan memastikan bahwa kualitas karya ilmiah tetap terjaga, sekaligus memungkinkan mereka untuk tetap relevan dalam ruang publik modern.
Pada akhirnya, fenomena profesor yang lebih aktif di media sosial mencerminkan perubahan dalam cara ilmu pengetahuan berinteraksi dengan masyarakat. Tantangannya adalah bagaimana memanfaatkan platform ini secara efektif tanpa melupakan tanggung jawab utama mereka sebagai akademisi. Media sosial bisa menjadi alat yang bermanfaat jika digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti, kegiatan penelitian dan pengajaran yang menjadi landasan profesi seorang profesor.