Kembalinya Ujian Nasional (UN) sebagai syarat kelulusan bagi siswa di Indonesia membawa berbagai dampak, baik positif maupun negatif terutama terhadap kesehatan mental dan motivasi belajar siswa. Di satu sisi, UN dianggap sebagai alat untuk mengukur kualitas pendidikan dan memastikan standar kompetensi yang jelas di seluruh negeri. Namun, bagi banyak siswa ujian ini menjadi beban mental yang berat. Tekanan untuk lulus dengan nilai tinggi, ditambah dengan persaingan yang semakin ketat membuat siswa merasa tertekan dan cemas. Kecemasan ini tidak hanya mengganggu kesejahteraan emosional mereka, tetapi juga dapat berdampak pada kesehatan fisik seperti gangguan tidur dan peningkatan stres.
Dalam konteks motivasi belajar, kembalinya UN memunculkan dua sisi yang berbeda. Bagi sebagian siswa, ujian ini menjadi pemicu untuk belajar lebih giat karena mereka merasa ada tujuan yang jelas dan ada penghargaan yang menanti. Namun, bagi sebagian lainnya, tekanan yang ditimbulkan malah mengurangi semangat belajar mereka. Alih-alih termotivasi untuk belajar, banyak siswa justru merasa kelelahan mental dan mulai merasa bahwa pendidikan mereka hanya terfokus pada ujian semata, bukan pada pengembangan diri secara menyeluruh. Akibatnya, mereka merasa kurang tertarik dengan proses belajar yang sesungguhnya dan lebih fokus pada hasil akhir.
Untuk itu, penting bagi semua pihak mulai dari pemerintah hingga pihak sekolah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan mental siswa selama persiapan ujian. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental siswa dengan memberikan ruang untuk berbicara tentang kecemasan yang mereka rasakan. Selain itu, pendekatan pembelajaran yang holistik yang tidak hanya menekankan pada ujian, tetapi juga pada pengembangan kreativitas dan keterampilan hidup dapat membantu meningkatkan motivasi siswa. Jika dampak negatif ini tidak diatasi, kembalinya Ujian Nasional bisa berisiko mengurangi kualitas pendidikan itu sendiri, bukannya meningkatkan kualitasnya.