Femisida terus menjadi masalah serius di banyak negara termasuk Indonesia. Kasus-kasus ini sering kali didorong oleh kekerasan berbasis gender yang berakar pada budaya patriarki, ketidakadilan struktural dan lemahnya penegakan hukum. Meski banyak upaya telah dilakukan untuk melindungi perempuan, meningkatnya angka femisida menunjukkan adanya celah besar dalam sistem perlindungan yang seharusnya memberikan keamanan bagi mereka.
Salah satu penyebab utama meningkatnya kasus femisida adalah lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan. Banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang berakhir tanpa keadilan baik karena proses hukum yang panjang, korupsi, maupun minimnya sensitivitas aparat terhadap isu gender. Hukuman yang ringan terhadap pelaku kekerasan juga sering kali tidak memberikan efek jera, sehingga menormalisasi perilaku kekerasan dalam masyarakat.
Selain itu, kurangnya akses perempuan terhadap dukungan dan perlindungan juga menjadi faktor penting. Layanan seperti rumah aman, konseling, atau pendampingan hukum sering kali tidak tersedia atau sulit dijangkau oleh korban terutama di daerah terpencil. Di sisi lain, stigma sosial yang menyalahkan korban membuat perempuan enggan melaporkan kekerasan yang dialaminya. Akibatnya, banyak kasus kekerasan tidak terungkap hingga mencapai tahap yang paling tragis yaitu femisida.
Peran budaya dan norma sosial yang mendukung ketimpangan gender juga tidak dapat diabaikan. Di banyak masyarakat, perempuan masih dianggap subordinat sehingga tindakan kekerasan terhadap mereka sering kali dianggap wajar atau bahkan dibenarkan. Ketidaksetaraan ini menciptakan lingkungan di mana perempuan rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan, sementara pelaku merasa berhak untuk bertindak tanpa konsekuensi.
Untuk menekan angka femisida, diperlukan langkah sistematis yang melibatkan berbagai pihak. Pemerintah harus memperkuat sistem hukum dengan memastikan hukuman berat bagi pelaku kekerasan dan membangun lebih banyak layanan perlindungan yang mudah diakses. Pendidikan masyarakat juga penting untuk mengubah pola pikir yang diskriminatif terhadap perempuan. Selain itu, melibatkan komunitas lokal dalam kampanye kesadaran dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan.
Meningkatnya kasus femisida adalah tanda bahwa sistem perlindungan perempuan saat ini belum cukup efektif. Hal tersebut sebagai seruan bagi semua pihak untuk bertindak, mulai dari pembuat kebijakan hingga individu dalam masyarakat. Dengan kerja sama yang kuat, kita dapat menciptakan dunia di mana perempuan tidak lagi menjadi korban kekerasan hanya karena gender mereka.